Langkat,alogonews
Kabupaten Langkat khususnya kota Stabat heboh atas adanya pemberitaan dugaan pungli di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat. Diberitakan ada pernyataan dari seorang Tenaga Kesehatan di Puskesmas Gebang yang menyatakan ada PUNGLI di tempatnya bekerja yang harus disetorkan ke Kepala Dinas Kesehatan.
Pungli diduga terjadi di semua puskesmas di Kabupaten Langkat dengan modus setoran 10 sampai 30 persen dari anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan anggaran program Jaminan Kesehatan Nasional.
Korupsi dana BOK dan JKN bukanlah barang baru. Belum lama di tahun 2023 yang lalu, dugaan korupsi BOK dan JKN ini terjadi di Kabupaten Tapanuli Tengah. Sampai saat ini penanganan dugaan korupsidi Tapteng tersebut masih ditangani Kejati Sumut.
Terkait dugaan pungli di Dinkes Langkat, Kelompok Studi Kebijakan Hukum dan Politik ARAK melalui para penelitinya turut memberi pandangan. ARAK mengutuk adanya pungli dari dana yang seharusnya diperuntukkan untuk pelayanan publik.
” Dana BOK dan JKN itu diperuntukkan bagi pelayanan kesehatan masyarakat. Ketersediaan obat dan alkes serta pelayanan kesehatan masyarakat seperti bayi dan ibu hamil tergantung pada dana BOK dan JKN, ” ujar peneliti ARAK, Sutan Musa kepada media ini Jumat pagi (03/05/2024).
Menurutnya kalau dugaan ini benar terjadi, oknum-oknum yang terlibat di Dinas Kesehatan Langkat sudah bisa dikategorikan manusia yang tidak memiliki rasa kemanusiaan lagi.
Selanjutnya, Berthon Siregar, ST, SH., peneliti ARAK lainnya menyatakan korupsi dengan modus pungli dana BOK dan JKN ini sering terjadi. Hal ini dimungkinkan, masyarakat secara individu maupun kelompok berbentuk LSM atau perkumpulan kurang diberi ruang untuk melakukan kontrol.
” Masyarakat tidak diberi ruang untuk melakukan kontrol. Penyebabnya masih kurangnya transparansi anggaran dari Penerintah Kabupaten Langkat khususnya Dinas Ksehatan, ” papar Berthon.
Menurutnya, kurangnya keterbukaan informasi publik di Kabupaten Langkat bukan lagi jadi rahasia. Banyak masyarakat secara individu atau badan hukum yang tidak dilayani ketika mengajukan permohonan publik.
” Rencana kita, ARAK akan memberi plakat berisikan Pemerintah Kabupaten Langkat sebagai penerima Plakat Nominasi Pemerintah dengan keterbukaan informasi terburuk di Sumatera Utara, ” jelas Berthon lagi.
Sementara Johannes LG, peneliti Penegakan Hukum ARAK akan sangat menyayangkan apabila isu ini menguap begitu saja. Menurutnya, APH seharusnya dapat mendalami adanya dugaan pungli berjamaah ini.
” Sangat disayangkan apabila pihak Polres Langkat dan Kejari Langkat menunggu ada laporan tentang pungli ini. Sudah selayaknya pihak APH jemput bola dengan memeriksa oknum nakes di Puskesmas Gebang, ” ujar Johannes.
Menurutnya, Pungli sebagai bagian dari tindak pidana korupsi bukanlah merupakan delik aduan. Sehingga APH bisa melakukan penyelidikan atas adanya dugaan pungli ini.
” Korupsi bukan merupakan delik aduan. Sehingga APH tidak perlu menunggu ada pengaduan. APH harus pro aktif memberantas korupsi, ” ujar Johannes.
Senada dengan itu, peneliti ARAK lainnya, Irena Sinaga, SS, SH, M.Hum menyatakan aturan hukum tentang tindak pidana pungli ini sudah jelas. Dalam UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 tahun 2001 ada diatur tentang kejahatan korupsi oleh PNS pada Pasal 12 huruf 2.
” Para pelaku pungli dapat dijerat Pasal 12 huruf e UU anti korupsi. Secara khusus ada jeratan bagi PNS yang melakukan pungli, ” ujar Iren.
Menurutnya, pungli biasanya terjadi karena sistem dan rendahnya moral pejabat. Sehingga korupsi bisa terjadi dengan leluasa. Oleh karenanya memang APH harus bertindak Pro Aktif.
” Dalam waktu dekat kami rencana akan melakukan audiensi ke Kapolres Langkat, Kejari Langkat dan Pj Bupati Langkat membicarakan dugaan korupsi ini. Kami akan memberikan buah pikiran untuk pemberantasan korupsi di Pemerintah Kabupaten Langkat,” ujar Iren mengakhiri keterangannya.
(Tim).